Education Great People 3+ min read June 11, 2025

IPK 3 ke atas jadi Karyawan? begini kata Bahlil

Joseph Rafael
Independent Writter, Programmer
PT GAG Nikel Mining Site

Belum lama ini, pernyataan Menteri Investasi Bahlil Lahadalia kembali membuat heboh ruang digital. Ia menyentil para sarjana dengan IPK tinggi—di atas 3.0—dengan mengatakan bahwa banyak dari mereka justru "cocok jadi karyawan", sementara dirinya yang "hanya" lulusan IPK 2.7 malah bisa duduk di kursi Menteri. Ucapan ini pun menuai reaksi beragam, mulai dari yang menganggapnya sebagai motivasi alternatif, hingga yang menilainya sebagai bentuk glorifikasi kemalasan akademik.

IPK Tinggi = Karyawan?

Dalam forum terbuka, Bahlil menyampaikan pandangannya bahwa mahasiswa sering terjebak dalam paradigma lama: bahwa IPK adalah satu-satunya indikator kesuksesan. Menurutnya, sistem pendidikan harusnya melahirkan inovator, pengusaha, dan pemimpin, bukan sekadar pencari kerja yang hanya fokus pada nilai akademis.

Respons Masyarakat: Pro dan Kontra

Netizen langsung merespons pernyataan ini dengan berbagai sudut pandang. Beberapa mengapresiasi kejujuran Bahlil, menganggapnya sebagai cerminan realitas bahwa nilai akademik tak menjamin kesuksesan. Namun tak sedikit pula yang menilai pernyataan ini melemahkan semangat belajar mahasiswa dan meremehkan pentingnya kerja keras dalam pendidikan formal.

Faktor Kesuksesan di Dunia Nyata

  • Soft skills dan leadership lebih banyak dicari oleh industri.
  • IPK memang penting, tapi bukan satu-satunya penentu karier.
  • Pengalaman lapangan dan jejaring (networking) sangat krusial.

IPK Tinggi Bukan Beban, Tapi Modal

Banyak alumni yang berhasil membuktikan bahwa IPK tinggi bukan hambatan untuk menjadi pemimpin, kreator, atau entrepreneur. Nilai akademik adalah refleksi dari konsistensi dan ketekunan, dua kualitas penting dalam dunia kerja maupun bisnis.

Kata Praktisi HR

  • "Kami mencari kombinasi antara attitude, keterampilan, dan potensi."
  • "IPK bagus menunjukkan disiplin belajar, itu nilai plus."

Kata Mahasiswa

  • "Kami belajar keras bukan cuma buat nilai, tapi juga pengembangan diri."
  • "Kalau bisa pintar dan punya mental juara, kenapa harus pilih salah satu?"

Kesimpulan

Pernyataan Bahlil sebaiknya dibaca dalam konteks dorongan untuk membuka wawasan baru, bukan untuk meremehkan pendidikan formal. IPK tinggi atau rendah bukanlah penentu tunggal kesuksesan. Yang paling penting adalah bagaimana seseorang menggunakan potensinya secara maksimal, belajar dari pengalaman, dan berani mencoba hal-hal besar.

Jadi, apakah IPK 3.5 berarti hanya cocok jadi karyawan? Tidak juga. Bisa jadi justru mereka calon pendiri startup unicorn berikutnya—yang kebetulan juga jago matematika dan nulis skripsi.

About the Author

Joseph Rafael adalah seorang penulis blog Independent, AI researcher, dan Pembuat Website